Laman

Kamis, 28 Juli 2011

RUMAH KACA

RUMAH KACA
Biodata Buku:
Judul : Rumah Kaca
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara, Jakarta, 2006.
Cetakan : 1, September 2006
Tebal : 646 halaman.

Sinopsis:
Tokoh utama dalam novel ini bukan lagi Minke melainkan Jacques Pangemanann. Pada awal cerita ini dimulai dengan penjelasan mengenai penyerangan yang menimpa Minke yang terdapat di dalam novel ketiga Jejak Langkah. Dalam penyerangan itu, Prinses van Kasiruta yang merupakan isteri dari Minke melakukan penembakan terhadap gerombolan Robert Suurhof. Jacques Pangemanann yang saat itu merupakan seorang inspektur polisi pribumi ikut mempunyai andil dalam terjadinya penyerangan itu. Jacques Pangemanann merancang sebuah kecelakaan terhadap Minke, pimpinan redaksi Medan. Karena menurutnya apabila Minke telah tiada maka orgaisasinya pun akan buyar, karena organisasi menurut Eropa belum ada di Hindia. Menurut Jacques Pangemanann Minke harus segera disingkirkan. Selain itu, Robert Suurhof pun harus dimusnahkan demi nama baik Pangemanann sendiri. Namun, disisi lain nurani Pangemanann terusik sehingga dibuatnya surat kaleng kepada Prinses yang menyatakan bahwa Minke dalam bahaya. Maka terjadilah peristiwa penembakan itu.

Setelah Jacques Pangemanann berhasil mengasingkan Minke ke Ambon, Pangemanann mendapatkan promosi dari Gubermen. Pangemanann dipindahkan ke kantor Algemeene Secretarie di Buitenzorg dan menempati rumah yang telah disediakan. Pangemanann mendapatkan gaji sebesar dua ratus gulden. Algemeene Secretarie merupakan tempat yang termasuk kategori mendekati posisi Gubernur Jenderal. Rumah tempat tinggal yang disediakan ternyata bekas kediaman Minke. Tugas Jacques Pangemanann mengamati situasi sosial politik dan membuat laporan terutama mengenai gerakan politik pribumi. Hasil kerjanya akan jadi bahan pertimbangan gubernur jendral dalam membuat kebijakan.
Pada saat bekerja, Jacques Pangemanann membaca sebuah fakta yang mengejutkan. Isi dari kertas-kertas yang dibaca oleh Pangemanann adalah mengenai catatan pembekuan semua harta benda milik SDI, perumahan penerbitan Medan di bandung, benda bergerak maupun tak bergerak; benda tak bergerak termasuk rumah untuk para pekerja penerbitan; benda bergerak termasuk uang di dalam dan di luar bank, kios-kios Medan di bandung, Buitenzorg, Betawi, dan kota-kota besar di Jawa; perusahaan impor kertas, barang tukis-menulis dan alat-alat kantor di Betawi, Hotel Medan di Jalan Kramat, Betawi: seluruh isi rumah Minke, serta pembekuan perusahaan impor bahan baku batik dari Jerman dan Inggris yang diusahakan oleh SDI cabang Sala. Ternyata, semua pembekuan itu dilakukan di luar hukum, tidak ada tanda-tanda pembekuan itu dilaksanakan berdasarkan keputusan pengadilan.
Pembuangan Minke meski telah berhasil dilakukan, namun di beberapa tempat jumlah anggota SDI justru semakin meningkat. Perintah telah dikeluarkan oleh Gubermen, Mr. Hendrik Frischboten yang merupakan ahli hukum Medan harus keluar dari Hindia. Selain mengurusi masalah Minke, Pangemanann juga mengamati Syarikat Islam, Boedi Moelyo dan Indische Partij. Setelah Minke dibuang ketua SI dipegang oleh Mas Tjokro yang tinggal di Surabaya. Pusat SI juga dipindahkan dari Sala ke Surabaya. Bahkan, Untuk mendiskreditkan SI dia merancang huru hara anti Cina dengan memakai tokoh preman Cor Oosterhof. Huru hara adu domba Islam versus Cina terjadi di Sukabumi, Gresik, Kuningan, Madiun, Caruban, Weleri, Grobogan. Namun, hal itu tidak mempengaruhi perkembangan SI di daerah Sala. SI mengeluarkan koran Peroetoesan yang menggunakan bahasa Melayu. Koran ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Selain itu, banyak pula Koran-koran yang mulai bermunculan seperti De Expres yang dikeluarkan oleh Indische Partij menggunakan bahasa Belanda, serta ada pula Sin Po bagi orang Cina.
Organisasi-organisasi yang berdiri ini pada dasarnya sama, mereka anti terhadap Gubermen. Namun, hal itu tidak ditunjukkan secara terang-terangan. Indische Partij bersikap anti orang Eropa asli dan memihak kepada orang Indo. Hal ini menimbulkan kecurigaan atasan Pangemanann, Tuan R. Semakin lama banyak tumbuh organisasi pribumi. Tumbuhnya rasa nasionalisme inilah yang membuat Pangemanan harus menjaga agar Boedi Moelyo, SI, Kuo Min Tang, dan Indische partij tetap jauh, jangan sampai bersatu.
Banyaknya pekerjaan yang diterima oleh Pangemanann, maka rencana liburan ke Eropa yang telah lama dinantikan keluarganya gagal dilaksanakan. Pengemanann tidak dapat mengambil cuti ke Eropa. Padahal, isterinya sudah sangat ingin pulang ke Prancis dan bertemu dengan para kerabatnya di sana. Gagalnya rencana ini menyebabkan retaknya keharmonisan rumah tangga yang selama ini dibina oleh Pangemanann. Hal ini menyebabkan Pangemanann terjerumus dalam prostitusi dan gemar menkonsumsi alcohol. Karena sudah tidak sanggup lagi, maka isteri dan anaknya pun pergi meninggalkannya untuk pulang ke Eropa.
Suatu ketika keluar perinyah untuk melakukan penangkapan terhadap tiga serangkai pendiri Indische Partij, Wardi, Douwager dan Tjipto. Pangemanann mendapat tugas mengawasi penangkapan tersebut. Alas an dilakukan penangkapan itu ternyata berkaitan dengan kegiatan jurnalistik mereka, buka karena politisi. Ketiga pendiri Indische Partij itu diasingkan ke Belanda.
Minke akhirnya mendapatkan kebebasannya kembali. Meskipun Gubernur Jenderal telah membebaskannya, namun tekanan yang ditunjukkan kepadanya tak kunjung reda. Minke bahkan tak sempat bertemu dengan isterinya. Sebelum Minke tiba di Jawa, Prinses dipaksa kembali ke Ambon. Rumah dan asset yang dimiliki oleh Minke semuanya disita. Bahkan, semua teman-teman Minke mendapat tekanan untuk tidak menerima kembali kehadiran Minke. Akhirnya Minke meninggal karena penyakit yang dideritanya. Minke tidak mendapatkan penanganan yang baik ari para dokter yang ada di rumah sakit.

Komentar:
Novel Rumah Kaca karya dari Pramoedya Ananta Toer ini merupakan buku keempat sekaligus merupakan buku terakhir dari Tetralogi Buru. Roman Tetralogi Buru ini masih tetap mengambil latar belakang dan cikal bakal nation Indonesia di awal abad ke-20. Dalam novel terakhir ini Nampak berbeda dari ketiga buku sebelumnya. Tokoh utama dalam buku ini bukan lagi Minke, melainkan Jacques Pangemanann. Buku ini lebih menyoroti pada kegalauan yang dirasakan oleh Pangemanann sendiri. Rumah Kaca sendiri menggambarkan segala upaya yang dilakukan oleh colonial untuk memukul mundur semua kegiatan kaum pergerakan dalam sebuah operasi pengarsipan yang rapi. Dalam novel ini akhir perjalanan hidup Minke pun terungkap.
Novel ini bagus untuk menjadi sebuah bacaan yang bukan hanya berisi hiburan, namun juga sarat akan makna dan hakikat dari sebuah perjuangan. Meskipun ketika membacanya terdapat kesan yang lambat dalam penceritaannya, namun hal ini tidak menghambat kita dalam mengerti maksud dari isi novel. Penyampaian cerita yang mengalir membuat pembaca terbius untuk terus mengikuti kelanjutan ceritanya. Pram mampu mengungkapkan dengan baik mengenai masalah pemerintah colonial dalam menghadapi Minke maupun organisasi yang lain. Cara kotor pun tak ragu umtuk dilaksanakan oleh pemerintah kolonial.

Novella Cathlin PBSI UNY 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar